Friday, January 18, 2008

Tales from Topographic Oceans (part1).

Dalam sejarah musik rock, era 70an adalah merupakan awal dari “banjir kreasi” musik-musik progressive rock. Setelah diawalai dengan era Psychedelic di pertengahan 60an, muncullah progressive rock (art rock, classic progressive, dll). Banyak pertentangan yang ditimbulkan oleh jenis musik ini. Sebagian menganggap progressive adalah pengkhianatan terhadap semangat musik rock ‘n roll. Disisi lain, eksplorasi musik ini dianggap sebagai kemajuan dalam dunia musik saat itu.

Uniknya, sampai dengan saat ini belum ada satu definisi pun yang dapat mengungkapkan apa sebenarnya musik progressive itu. Para musisi dan penggemar musik ini hanya berpijak pada pengertian basic word-nya saja. Dimana progressive diambil dari kata dasar progress dan diartikan sebagai perubahan atau perkembangan. Dalam konteks ini perubahan yang dilakukan adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Kita bisa melihat dari arah eksplorasi para musisi jenis musik ini yang cenderung ingin membuat musik rock menjadi lebih dari sekedar musik biasa baik itu ke arah folk atau modern. Atau malah membuat citra musik rock menjadi jauh dari kotornya drugs. Contohnya adalah Dream Theatre yang agak rumit dan serius musiknya sehingga susah dinikmati dengan semangat commercial enjoyment. Apalagi dengan menggunakan drugs.

Sentuhan spiritual di era 70an.
Pencarian masyarakat barat akan jati dirinya dan kehausan spiritual di era flower generation menjadikan grup-grup besar seperti Pink Floyd, Yes, Genesis, ELP mempunyai kesempatan besar untuk bereksperimen di pasar musik barat. Pink Floyd dengan Dark Side of The Moon yang sarat dengan nuansa depresi jiwa itu sangat cepat menguasai tangga album di AS dan Inggris selama setahun lebih. Genesis dengan era Peter Gabriel-nya mencoba membawakan musik rock dipadu dengan dialog ala teater. Hasilnya? Suatu Masterpiece! King Crimson yang begitu indah memadukan gaya rock, jazz dan klasik dan ditambah kekuatan lirik mengharuskan karya-karya grup ini dinikmati dengan jiwa seni yang tinggi.

Grup lainnya adalah Yes, yang sarat dengan puisi-puisi spiritual. Tidak heran jika grup yang dimotori Jon Anderson ini membawakan musik bak membawakan puisi dengan latar musik. Bukan hanya musiknya, tapi sampai cover albumnya pun dikerjakan secara khusus oleh seniman Roger Dean yang konon disebut sebagai personel Yes yang ke enam. Nuansa musik yang membuat kita menerawang ke dalam dunia kebatinan ditambah gaya lirik Jon Anderson yang sarat dengan gaya puisi dan bercerita tentang alam membuat para fans grup ini terutama fans di era 70an sampai saat ini masih sangat setia menyaksikan konser-konsernya meskipun personelnya sudah termakan usia.

Jon Anderson memang dikenal sebagai seorang vokalis unik yang mempunyai karakter vokal lembut. Sangat bertentangan memang dengan jiwa rock ‘n roll yang cenderung kasar dan maskulin. Bahkan sampai saat ini, Yes tidak pernah sedikitpun dikabarkan akrab dengan obat-obatan dan narkotika. Sebagian dari personel mereka pun memilih hidup sebagai vegetarian. Bahkan Rick Wakeman, pemain keyboard Yes, dikabarkan pernah menjadi guru sekolah minggu di Inggris. Gaya permainannya pun sangat bergaya Gothic dan cenderung menyebarkan nuansa katedral.

Yes dengan kekuatan eksplorasi lirik dan musik mencoba menembus era ini dengan karya-karya yang sangat explosive. Sebutlah “Gates of Delirium” di album Relayer atau “Close to the Edge” di album Close to the Edge. Penciptaan lagu yang didasar dari buku-buku literature dan sastra inilah yang membuat mereka begitu unik. “Gates of Delirium” diangkat dari kisah novel laris War & Peace karya Leo Tolstoy, sastrawan Russia yang terkenal. Sedangkan “Close to the Edge” didasari dari beberapa jaran agama Hindu.

No comments:

Powered By Blogger