Tuesday, September 02, 2008

Ohh TAMINI ku malang...

Awalnya kami Tim Mata Angin cuma iseng-iseng aja mbuat rencana ke Tamini sambil jalan-jalan. Dan... lagi-lagi Silvi nggak ikutan. Kasihan juga sih dia dateng pas kita udah pada mau pulang. Duh... Silvi... sibuk banget dikau!

Kenangan masa kecil masih melekat di benak kami semua akan kemegahan Tamini. Sebuah tempat wisata andalan masyarakat Indonesia. Namun begitu saya tiba dan berkeliling, huh... sedihnya hati ini. Beberapa infra struktur tempat ini sudah rusak parah dan tidak berfungsi lagi. Kereta monorail yang dulu menjadi ikon saat ini sudah teronggok tak bernyawa. Stasiunnya juga mirip rumah hantu. Papan nama stasiun sudah berkarat, kaca loket pecah, lantainya rusak dan banyak rumput liar. Menyedihkan!
Kami sempat mencoba kereta mini yang mengelilingi area Tamini. Ah... menyedihkan juga nampaknya. Antrian panjang, kurangnya jumlah kereta dan kereta yang tak nyaman membuat kami mengantuk dan nyaris tertidur dalam kereta. Bunyi derikan gerbong mirip dengan kaleng biskuit yang ditarik-tarik. Hawa panas, gerbong yang sempit dan tak nyaman membuat saya semakin lemas.
Satu-satunya wahana yang masih lumayan adalah kereta gantung yang khas. Ingat film "Ateng kaya mendadak?" Nah silahkan anda bernostalgia dengan masa lalu anda di terminal kereta gantung ini. Saya sempat mengenang adegan dimana Edy Sud yang frustasi karena dikejar-kejar oleh Ateng & Iskak terminal ini. Ha ha ha...
Kami sempat mengunjungi Museum Transportasi. Cukup unik juga! Disini ada lokomotif dan gerbong kereta jaman perjuangan dulu. Ada juga gerbong eksekutif jaman Belanda dan gerbong ekonomi buat in lander. Yang asyik adalah mencoba pesawat DC-9 milik Garuda Indonesia yang dipajang di halaman depan Museum. Kita bisa duduk di kokpit seperti pilot. Sayang sekali nggak dirawat. Jadi banyak karat disana sini. Padahal wahana ini sangat unik lho!
Tak terasa, hari sudah semakin sore dan kami harus segera pulang. Huuh... padahal belum puas jalan-jalannya. Sambil pergi kami merasa pilu melihat fakta banyak masyarakat yang tak mau berwisata ke tempat ini lagi. Mereka lebih suka ke Mall. Padahal TAMINI sangat medidik untuk dikunjungi. Menarik untuk wisata keluarga. Ahh.. Tamini ku malang!

Green Canyon, Jawa Barat

(Materi ini di muat di tabloid "Aplaus The LifeStyle" edisi 77)Tim Mata Angin kembali turun ke jalan setelah ngerencanain perjalanan ini selama hampir empat bulan. Tertunda terus dan terlalu banyak rencana lain menjadikan perjalanan ke Green Canyon ini molor hingga empat bulan.

Seperti biasa, Silvi kembali absen dalam trip kami. Tapi nggak membuat kami patah semangat. Show must Go On.... Kami berangkat dari terminal Kampung Rambutan pukul 19.30 dengan menggunakan bis "Perkasa Jaya" tujuan Jakarta-Pangandaran. Perjalanan menempuh waktu delapan jam melalui jalan berliku menembus malam.

Saya sempat khawatir karena Indrie terserang flu berat mejelang berangkat. Dalam perjalanan pun Indrie masih terus ngeluarin tissue untuk membersihkan hidungnya. Padahal Green Canyon adalah jenis wisata "wajib basah".Tiba di Pangandaran pukul 04.00 dan kami langsung cari penginapan. Harga cukup melonjak tinggi mengingat saat itu adalah masa liburan sekolah. Setelah istirahat sebentar, perjalanan kami lanjutkan pukul 07.30 menuju Cijulang dengan menggunakan angkot. Dari Cijulang kami lanjutkan lagi dengan ojek menuju Green Canyon.

Tiba di Green Canyon ternyata kami kurang pagi. Dermaga terlihat penuh dengan rombongan keluarga dan wisatawan mancanegara. Kami sempat khawatir suasana akan terganggu. Namun setelah kami menelusuri sungai dan tiba di titik perhentian perahu, kami cukup lega karena cukup banyak pengunjung yang nggak berani ngelanjutin perjalanan dengan berenang.
Akhirnya setelah sekian lama memendam rindu akan berenang di sungai, hari itu kami puas berenang sampai kelelahan. Nuansa hijau dalam air yang begitu bening dan sensasi tebing-tebing tinggi yang mengurung sungai ditambah hutan-hutan yang mengelilingi kami membuat Green Canyon benar-benar berbeda dengan lokasi wisata yang lain. Dan yang paling hebat adalah... Indrie tiba-tiba sembuh dari flu. Ajaib lo Ndri!!

Rindu Jakarta? Tentu saja tidak. Kami benar-benar enggan untuk mengingat rutinitas Jakarta yang memuakkan itu. Puas berenang di Green Canyon, kami melanjutkan ke pantai Batu Karas. Sebuah pantai yang terletak di ujung selatan Jawa barat. Cukup sepi dan terpencil meski banyak turis asing yang ternyata doyan nongkrong disini. Wah ada Bali terselubung....
Sorenya kami menikmati sunset di pantai Pangandaran. Cukup luas dan dan bersih pantainya. Tiba-tiba saya menjadi tak bersemangat karena ingat bahwa besok kami harus kembali ke Jakarta... kembali pada kepenatan... kembali pada dunia yang congkak.
Powered By Blogger