Kenangan masa kecil masih melekat di benak kami semua akan kemegahan Tamini. Sebuah tempat wisata andalan masyarakat Indonesia. Namun begitu saya tiba dan berkeliling, huh... sedihnya hati ini. Beberapa infra struktur tempat ini sudah rusak parah dan tidak berfungsi lagi. Kereta monorail yang dulu menjadi ikon saat ini sudah teronggok tak bernyawa. Stasiunnya juga mirip rumah hantu. Papan nama stasiun sudah berkarat, kaca loket pecah, lantainya rusak dan banyak rumput liar. Menyedihkan!
Kami sempat mencoba kereta mini yang mengelilingi area Tamini. Ah... menyedihkan juga nampaknya. Antrian panjang, kurangnya jumlah kereta dan kereta yang tak nyaman membuat kami mengantuk dan nyaris tertidur dalam kereta. Bunyi derikan gerbong mirip dengan kaleng biskuit yang ditarik-tarik. Hawa panas, gerbong yang sempit dan tak nyaman membuat saya semakin lemas.
Satu-satunya wahana yang masih lumayan adalah kereta gantung yang khas. Ingat film "Ateng kaya mendadak?" Nah silahkan anda bernostalgia dengan masa lalu anda di terminal kereta gantung ini. Saya sempat mengenang adegan dimana Edy Sud yang frustasi karena dikejar-kejar oleh Ateng & Iskak terminal ini. Ha ha ha...
Kami sempat mengunjungi Museum Transportasi. Cukup unik juga! Disini ada lokomotif dan gerbong kereta jaman perjuangan dulu. Ada juga gerbong eksekutif jaman Belanda dan gerbong ekonomi buat in lander. Yang asyik adalah mencoba pesawat DC-9 milik Garuda Indonesia yang dipajang di halaman depan Museum. Kita bisa duduk di kokpit seperti pilot. Sayang sekali nggak dirawat. Jadi banyak karat disana sini. Padahal wahana ini sangat unik lho!
Tak terasa, hari sudah semakin sore dan kami harus segera pulang. Huuh... padahal belum puas jalan-jalannya. Sambil pergi kami merasa pilu melihat fakta banyak masyarakat yang tak mau berwisata ke tempat ini lagi. Mereka lebih suka ke Mall. Padahal TAMINI sangat medidik untuk dikunjungi. Menarik untuk wisata keluarga. Ahh.. Tamini ku malang!