Tuesday, February 26, 2008

FLORES "heaven in East"

The Show Must Go On
Menjelang keberangkatan saya ke Flores, berbagai kendala menghadang tak putus-putusnya. Cuaca Jakarta yang terus memburuk, tergenangnya bandara hingga jadwal penerbangan yang kacau. Tapi saya sudah merencanakan perjalanan ini selama setahun. Saya tidak boleh dan tidak ingin gagal.

Maumere: The Unexpected
Rute awal yang saya rencanakan adalah Jakarta-Denpasar-Ende. Namun apa boleh buat ternyata pihak maskapai merubah rute saya secara sepihak menjadi Denpasar-Waingapu-Maumere. Rencana sempat berantakan. Namun terkadang memang the best plan is no plan...

Waingapu: The Most Unexpected
Setahun lalu saya ingin mengunjungi Waingapu namun gagal. Hari itu Tuhan menjawab kegagalan saya. Saya diajak melihat Waingapu walau hanya sebentar. Indah sekali! Dataran hijau berbukit-bukit tersebar tanpa batas. Keindahan tiada batas! Lautnya biru bersih dan gugusan karangnya terlihat jelas dari udara.

Kelimutu: The Fog of Mystery
Meskipun Kelimutu tidak setinggi Rinjani, namun mendaki ke puncaknya adalah pengalaman tak terlupakan. Perjuangan menepis rasa lelah dan menembus cuaca dingin berkabut menimbulkan sensasi tersendiri. Musim memang sedang tidak mendukung. Selama menjalani jalur pendakian, saya berkali-kali dihantam badai kabut dan hujan. Angin kencang menimbulkan suara mirip lolongan monster. Seram sekali!

Setelah berhasil mencapai puncaknya, derita belum selesai. Kabut tebal menyergap dalam hitungan detik, angin bertambah kencang dan hujan mulai turun. Sesaat saya sempat mengagumi kedahsyatan danau tiga warna dengan jurang-jurangnya yang perkasa. Namun sesaat kemudian, badai kembali melilit saya.

The Terminal
Pengalaman pertama dengan kehidupan terminal bis di Flores adalah terminal bis Maumere. Jangan kaget bila tiba-tiba sekitar 20 orang akan menyergap anda dan menarik-narik ransel dengan kasar. Heboh sekali! Diantaranya malah ada yang bertengkar segala. Mereka berteriak-teriak persis kerusuhan. Dijamin anda akan mirip dengan maling ayam yang tertangkap basah. Tapi jangan kuatir! Tidak satupun yang berusaha mencopet.

Ende-Bajawa-Ruteng
Ini adalah rute paling sensasional selama saya di Flores. Jarak kota-kota ini lebih pendek dari Jakarta-Bandung. Namun jangan heran bila di Flores jarak seperti itu akan ditempuh dengan waktu 6-7 jam. Perjalanan harus mengitari bukit-bukit dengan jalanan yang mirip benang kusut tanpa ujung. Pemandangan indah akan menghibur mata kita selama perjalanan. Ditambah lagi dengan sensasi tikungan-tikungan tajam menyisir jurang. Seru sekali!

Bajawa-Ruteng: The Silent Hill
Jalur kedua kota ini sangat menakjubkan. Kabut tebal akan menyergap kita sepanjang jalan. Jarak 5 meter pun sulit terlihat. Jika anda sempat berhenti sebentar dipinggir perkampungan dan mengamati keadaan dipinggir jalan, mirip sekali dengan game Silent Hill. Kabut tebal menebar nuansa penuh misteri dengan sosok-sosok bayangan orang yang berlalu lalang dipinggir jalan. Makin jauh makin menipis dan menghilang tertelan kabut. Kebiasaan masyarakat lokal berkerudung memakai sarung tenun akan menimbulkan daya tarik sendiri. Dari jarak 5 meter, mereka akan tampak seperti sosok-sosok misterius yang muncul dari dalam kabut.

Bis di Flores
Meskipun harus “berjuang” di terminal, naik bis di Flores adalah salah satu favorit saya. Selain bisa berbaur dengan masyarakat lokal dan mengenal mereka lebih dekat, kita juga bisa berbaur dengan kambing, ayam dan... babi, tentunya!

Mama Messa – Halleluya!
Dalam perjalanan Bajawa – Ruteng, saya berkenalan dengan seorang nenek yang bernama Mama Messa. Nenek ini cerewetnya bukan main namun saya sangat terhibur dengan kehadirannya. Nampaknya Mama Messa ini sudah sangat dikenal di perkampungan sekitar rute ini. Begitu Mama Messa turun dari kendaraan, semua penumpang berteriak, “Halleluya!”

Desa Jopu: Surga di lereng gunung
Desa ini adalah salah satu desa penghasil tenun tradisional di Flores. Letaknya yang di lembah pegunungan membuat desa ini menjadi seperti surga di lereng gunung. Agak sulit untuk mencapai kesini karna jalannya kecil, berliku dan rusak di musim hujan. Lebih praktis jika berjalan kaki atau naik ojek. Yang menjadi tantangan buat saya adalah saya harus menjalani ini semua dalam keadaan hujan deras. Namun keramahan warga Jopu membuat saya lupa akan dinginnya cuaca saat itu. Setelah berfoto dan mengobrol dengan warga Jopu, akhirnya saya meninggalkan desa ini dengan kenangan akan keramahan warganya yang tak terlupakan. Saya juga tak ketinggalan untuk membeli selembar kain sarung tenun mereka.

Labuhan Bajo: The Next Kuta
Disini, di Labuhan Bajo saya mengakhiri perjalan 6 hari saya di Flores. Labuhan Bajo lebih meriah dibandingkan kota-kota lain. Wajar saja karena ini adalah gerbang menuju Komodo. Banyak sekali turis asing berkeliaran disini. Mirip dengan Kuta. Bedanya adalah disini tidak ada Hotel mewah. Pemandangan pelabuhan dan pulau-pulau kecilnya sangat memukau. Berbagai jenis kapal bersandar, datang dan pergi. Mulai dari perahu-perahu kecil hingga kapal pesiar.

Pasar ikan & Pelabuhan
Yang menarik dari Labuhan Bajo bagi saya adalah pasar ikan dan pelabuhan. Ini mengingatkan saya akan kampung halaman saya di Kalimantan Timur. Waktu yang tersisa saya gunakan untuk berbaur dengan masyarakat setempat, khususnya di pasar ikan dan pelabuhan. Saya senang dapat berbaur dengan masyarakat nelayan di sekitar pasar ikan dan para awak kapal di pelabuhan. Mereka ini sangat ramah dan senang sekali mengobrol. Banyak sekali cerita-cerita yang saya dapat dari orang-orang pelabuhan, khususnya mengenai pengalaman pelayaran mereka yang seru.

Paradise Bar: Surga diatas bukit
Atas saran dari Dr. Resa, rekan Indobackpacker di Flores, saya penasaran untuk mengunjungi “Paradise Bar”. Letaknya agak keatas bukit dan jalannya rusak parah karena memang belum jadi. Jika musim hujan, jalanan menjadi Lumpur. Saya memutuskan untuk berjalan kaki menuju kesana karena letaknya yang tidak jauh dari penginapan saya. Untungnya saya memakai sepatu trekking. Jadi jalanan yang rusak tidak terlalu mengganggu kenyamanan saya meski berjalan kaki ke sana cukup menguras tenaga. Namun begitu sampai, terbayarlah semua rasa lelah saya. Pemandangannya sangat menakjubkan. Dahsyat! Tidak salah menamai restoran ini dengan nama “Paradise.” Perahu-perahu tradisional, kapal turis, kapal pesiar dan kapal phinisi berjejer memenuhi perairan dermaga Labuhan Bajo dihiasi dengan pemandangan pulau-pulau berbukit disekelilingnya. Saya melepas lelah sambil menikmati pemandangan. Satu minggu sudah saya solo backpacking di Flores dengan keadaan serba terbatas. Hari ini saya ingin bermanja-manja. Saya ingin sedikit berfoya-foya dengan fasilitas di malam terakhir ini. Sambil menikmati menu yang ada, saya menyaksikan kedahsyatan pemandangan Labuhan Bajo dari atas bukit. Ah!... benar-benar “Paradise.” Surga diatas bukit!

Gagal pulang
Di hari saya akan pulang, cuaca bersinar cukup cerah. Itu kali pertama hujan tidak turun di Flores. Seorang warga Labuhan Bajo sempat bercerita bahwa bandara Komodo ditutup sejak kemarin karena tertutup kabut. Saya sempat khawatir. Tapi cukup lega setelah mengetahui hari itu cuaca cerah dan hujan tidak turun.
Ketika menunggu di bandara pun saya lega karena pesawat pertama bisa mendarat dan berangkat lagi dengan aman. Pesawat saya pukul 14.30 dan saat itu pukul 12.30, cuaca bersinar cerah. Pukul 13.30, mendung kembali menutup perbukitan sekitar bandara dan cuaca jadi gelap. Pukul 14.00 petugas bandara mengumumkan bahwa pesawat saya gagal mendarat karena terjebak kabut di area P. Rinca. Penerbangan hari itu batal dan tidak ada kepastian kapan penerbangan akan dilanjutkan.

The Journey’s not End!
Rasa kesal masih menyelimuti saya karena hari itu gagal pulang. Setelah agak “ngotot” dengan petugas bandara, akhirnya saya dapat kepastian bahwa penerbangan akan diganti besok pagi jam 10.00. Saya cukup lega dan berharap besok cuaca akan cerah. Namun rasa kuatir masih tetap merundung saya mengingat besok siang jam 13.00 saya harus ke Jakarta dari Denpasar. Jika penerbangan besok pagi gagal, maka hanguslah tiket saya ke Jakarta besok siang.

The Journey’s finally End!
Besok paginya cuaca ternyata amat sangat cerah. Inilah Flores yang selalu saya impikan. Langitnya biru bersih, beberapa kumpulan awan menghiasi permadani biru di langit. Ah... Indahnya! Hari itu berjalan seperti rencana. Pesawat saya mendarat tepat waktu. Jam 10.00 tepat saya meninggalkan bandara Komodo, Labuhan Bajo. Saya meninggalkan Flores, surga di Indonesia timur yang cantik. Rasa sedih dan gembira bercampur aduk dalam hati. Sedih karena harus berpisah dengan sebuah peradaban yang begitu indah. Dimana hampir tidak ada kejahatan, semua saling membantu dan menghormati. Kehangatan masyarakat timur yang sudah jarang saya temui di Jakarta. Saya gembira karena akhirnya saya berhasil mencapai Flores dan melakukan perjalanan lintas daerah selama seminggu, dalam keadaan badai tropis yang ganas dan saya melakukannya seorang diri. Saya sempat sedih karena tidak bisa mengunjungi beberapa obyek wisata karena cuaca buruk terus melanda Flores. Namun saya sadar sekarang bahwa apa yang saya lakukan ini bukanlah untuk tujuan wisata. Saya melakukan ini karena saya mencintai petualangan, penjelajahan dan kehidupan.

About Floresian
Meskipun tampangnya terlihat garang, tapi orang Flores ini sangat ramah bukan main. Disepanjang perjalanan mereka saling tegur sapa. Tidak ada copet atau preman disini, semua orang bersahabat. Jangan ragu untuk menyapa mereka. Tidak perlu takut meninggalkan ransel didalam bis untuk sekedar ke toilet. Dijamin aman! Minimal tersenyumlah pada orang lain, maka anda akan mempunyai banyak sahabat disini.
Powered By Blogger