Matahari mulai tinggi dan panasnya mulai menyengat. Namun pemandangan indah yang terhampar didepanku tak membuat aku kepanasan. Sebuah jalan raya memotong jalur perjalananku. Tidak ada orang yang lewat dan tidak ada orang yang berlalu-lalang. Aku mencari-cari penduduk untuk menanyakan arah Larantuka. Huja kembali mulai turun agak deras. Aku mencoba mencari tempat untuk berteduh dan kutemukan sebuah pohon pisang. Beberapa daunnya sudah lepas jatuh ke tanah. Aku mengambilnya untuk kujadikan payung. Cukup lama hujan turun dan aku masih terus berteduh.
Tak lama, lewatlah seorang bapak. Dari penampilannya aku tahu bahwa ia baru saja mencari kayu ditengah hutan. Sayang! Hujan ini membasahi kayu-kayunya.
“Siang pak,” sapaku. Bapak itu tersenyum.
“Siang!” katanya.
“Larantuka ke arah mana pak?” tanyaku.
Bapak itu menunjuk ke arah jalan yang menurun. Aku mengucapkan terima kasih dan kembali melanjutkan perjalanan. Aku merasa lega karena jalan terus menurun. Namun tak berapa lama, jalan kembali menanjak. Begitu terus menerus seperti tanpa akhir.
Aku berhenti sejenak di sebuah desa yang penduduknya tak begitu banyak. Dapat kukatakan bahwa lebih banyak kambing dan babi yang berkeliaran dibanding penduduk yang berlalu-lalang.

No comments:
Post a Comment