Saturday, December 22, 2007

Symbiosis Mutualisme backpacker

SYMBIOSIS MUTUALISME... mungkin adalah kosa kata yang tepat untuk saya. Tepatnya untuk gaya traveling yang saya lakukan. Daripada menggunakan full budget sendiri, menumpang istri yang sedang dinas luar kota adalah hal yang menguntungkan. Bisa dapat kamar hotel berbintang secara gratis, transportasi bandara gratis dan tentunya sarapan gratis di hotel. Dasar backpacker!!

Perjalanan saya kali ini adalah unexpected journey. Artinya, saya tidak pernah merencanakan perjalanan ini dan ini terjadi begitu saja karena kepastian istri saya pergi ke Pontianak juga mendadak. Yap!.. perjalanan kali ini adalah ke Pontianak. Ditengah kekhawatiran saya akan cuaca buruk, ternyata cuaca Jakarta cukup mendukung untuk menerbangkan pesawat Boeing 737-400 Lion Air dari Cengkareng. Meski begitu, ketika mendekati Pontianak, cuaca buruk tak ayal menghadang pesawat dan... situasi jetcoaster pun terjadi. Goncang sana goncang sini, naik, turun. Tercatat tiga kali perut saya dibuat ngilu.

Meskipun ini bukan Kalimantan Timur, saya tetap merasa ini kampung halaman. Tentu saja karena ini Kalimantan Bung! Borneo!... Tempat saya dilahirkan dan besar hingga sembilan tahun. Tak punya mental petualang? Jangan datang kemari! Ini tanah yang membuat saya melihat anak-anak Jakarta seperti anak-anak manja yang cengeng. Di Kalimantan, hutan adalah rumah kita, sungai adalah sahabat, ular dan biawak adalah tukang ngamen yang berseliweran. Bukan Mall, Plaza, Video game yang membuat mental kita lembek dan mudah terkorosi. Di Kalimantan, kita hidup berpayung alam.

Menemani istri yang sibuk dengan pekerjaannya dari subuh hingga malam tentu bukan tujuan saya ke sini. Layaknya tentara NICA pada agresi militer Belanda, alasan saya adalah menemani istri. Namun sesampainya di Pontianak, seperti biasa, saya membuka peta dan menunjuk satu kota atau daerah secara acak untuk dikunjungi. Penunjukan ini adalah hal yang sakral. Bisa saja karena nama daerah yang unik, jarak yang lumayan jauh dan menantang atau karena informasi yang saya dapat tentang daerah itu. Dan kali ini nama daerah yang saya tunjuk adalah Singkawang. Sebuah kota kecil dekat perbatasan Serawak. Jadilah saya ke Singkawang sendirian sementara istri sibuk bekerja sendiri di kantornya.

Sebagai kota kecil, Singkawang juga mempunyai peranan penting dalam denyut rakyat Pontianak. Kota yang dapat ditempuh selama tiga jam dari terminal Batu Layang, Pontianak ini ternyata menyimpan sejarah. Singkawang adalah gerbang awal masuknya masyarakat Tionghoa pertama kali ke Kalimantan Barat. Singkawang lah yang membuat Pontianak mendapat julukan kota Amoy. Saran saya jika ingin kesini menggunakan bis kota, berangkatlah sepagi mungkin. Karena bis kota di Pontianak sangat doyan ngetem hingga hampir dua jam di terminal.

Kota Singkawang sendiri tidak terlalu besar. Perjalanan ke sini tidak akan membuat kita bosan. Di beberapa ruas jalan, bis kota akan melewati rute dipinggir laut yang pemandangannya...ambooyy indahnya! Selebihnya bis akan melewati daerah kampung pedalaman dengan jalan-jalan yang sepi. Pusat kotanya terletak di daerah yang disebut sebagai Pasar Lama. Inilah pusat bisnis Singkawang. Daerahnya seperti labirin. Banyak persimpangan jalan yang kalau kita ikuti semua arahnya akan mengarahkan kita ke situ-situ juga. Meskipun disebut sebagai Pasar Lama, jangan berharap daerah ini macet seperti Tanah Abang, Jakarta yang kanan kiri jalan banyak pedagang, setiap ruko penuh padat dan banyak orang berlalu lalang di sekitar angkot yang nggak jelas maunya.

Pasar Lama Singkawang hampir seperti kota tua yang akan mati. Banyak ruko yang berjejer namun jumlah pembelinya dapat dihitung dengan jari. Beberapa restoran juga sepi pengunjung. Di ujung jalan terdapat sebuah Klenteng dengan sebuah Mesjid yang lumayan besar menghias dibelakangnya. Akhirnya... Bhinneka Tunggal Ika! Hal yang jarang terdapat di Jakarta. Disebuah jalan, mata saya tertuju pada sebuah kios minuman yang sangat sederhana. Penjualnya adalah anak remaja keturunan Cina yang bicaranya berlogat Jawa. Lho... Jawa? Di sini? Di tanah Dayak? Si anak ini berjualan Liang Teh. Sebuah minuman teh es segar yang rasanya wangi. Lalu saya memutuskan untuk nongkrong sejenak sembari ngobrol sama si penjual dan menikmati Liang teh.

Jangan heran jika di seantero penjuru kota anda akan berisik dengan suara burung walet. Karena masyarakat disini hampir semua loteng rumahnya dijadikan sarang burung walet. Tapi menikmati Liang teh di pinggir jalan sambil ngobrol dengan masyarakat lokal adalah sensasi tersendiri. Di kota ini nampaknya semua orang adalah satu keluarga besar. mereka saling mengenal satu sama lain. Bahkan ketika melakukan sholat di mesjid, saya sempat menjadi selebritis. Alias jadi pusat perhatian sambil mereka bertanya, “bapak darimana?” atau “ada perlu apa datang kesini?” Hmmm... iya juga yah? Ini bukan daerah turis dan bukan jalur turis sama sekali. Mana ada Travel Agent yang menawarkan paket berlibur di Singkawang? Dasar backpacker! Nalurinya aneh..

Sore hari baru saya memutuskan untuk kembali ke Pontianak. Itupun saya harus naik ojek dulu ke perbatasan kota karena di terminal sudah tidak ada lagi bis yang ke Pontianak. Sepanjang jalan saya sudah memperkirakan bahwa saya akan tiba di Pontianak malam hari dan saya buta sama sekali daerah ini. Sepanjang jalan, langit sore memberikan torehan lukisan yang menawan. Saya ingin sekali memotret, namun keadaan yang nggak memungkinkan membuat saya hanya menyimpan pemandangan itu dalam memori otak saya sendiri.

Tiba malam hari di Pontianak, seperti yang terjadi dari awal, hujan.. hujan dan hujan. Saya berjalan kaki ke hotel dengan guyuran hujan. Tiba di hotel, saya berencana untuk ke Kapuas esok pagi. Namun yang namanya nasib berkata lain, HP saya sempat dicopet di Mall Pontianak ketika saya akan ke ATM untuk mengisi pulsa. Zippp... HP hilang dijambret. Padahal disitu ada dua buah foto perjalanan saya ke Singkawang yang gambarnya aduhaaii..!! Dan ke Kapuas pun batal. Semangat petualang sempat drop seketika. Namun saya teringat kisah Trinity di bukunya “Naked Traveller”. Saya membandingkannya dan pengalaman saya kehilangan HP yang belum seberapa. Dan tiba-tiba... Jozzz!! Naluri backpacker timbul lagi. Lau timbul pikiran dalam benak yang aneh ini... Benak yang akalnya tak lurus lagi. Seperti ada suara aneh yang berbisik pelan namun merasuk kuat ke hati. Suara ini sering timbul di kala saya lagi bengong, stress atau lagi nonton TV. Bisikan mistik itu bunyinya adalah.... “Jelajah lintas Kalimantan yuk!”

Dasar backpacker...!!

1 comment:

Tukang Jalan Jajan said...

Waduh.... kecopetan di Pontianak. Jangan takut untuk mampir lagi ya. Salam kenal dari pontianak

Powered By Blogger