Di Jakarta naik sepeda? lu gila ya?... Kata-kata itulah yang kerap muncul ketika orang mengetahui bahwa saya kerap nggenjot sepeda ke tempat kerja. Bagi saya bersepeda di kota "keras" seperti Jakarta adalah hal biasa dan justru harus dibudidayakan. Kenapa? hmm.. coba deh kita tengok berapa banyak kendaraan bermotor yang membebani jalan-jalan raya di Jakarta ini? berapa persen pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta? bandingkan dengan pertumbuhan jalan rayanya sendiri.
Selain itu, mengikuti gaya hidup green living boleh juga dicoba. Selain membuat badan lebih sehat,
mengurangi polusi adalah tujuan akhir dari gaya hidup ini. Beberapa pandangan sinis sering kali menghinggapi saya. Mulai dari rekan-rekan kerja, orang-orang sekitar tempat tinggal dan para pengguna jalan. Seringkali saya harus berduel keras dengan para pengendara syaitan beroda dua yang bernama sepeda motor, belum lagi kesinisan para supir angkutan umum yang sering memojokkan pengguna sepeda di setiap tikungan. Ketika lampu merah di persimpangan menyala, sudah menjadi hal biasa para pengendara syaitan beroda dua memojokkan saya di tengah dan menyenggol sepeda saya seraya berkata "mau lu apa?"
Hmm.. kekejaman-kekejaman tersebut tidak satupun membuat saya jera. Ketika lampu persimpangan menyala merah, saya dan Polygon kesayangan saya sekarang dapat berkelit menerobos kendaraan yang berhenti. Sambil menengok ke arah para syaitan beroda dua yang tertahan lampu merah, saya berkata dalam hati, "mampus lu banci!" dan saya pun terus menggenjot dengan santai.
Seiring dengan makin berkembangnya komunitas sepeda, saya sedikit tersenyum. Sambil membayangkan sebuah khayalan bahwa suatu saat nanti di sebuah koran ibu kota akan terpampang headline "Jumlah sepeda meningkat pesat mengalahkan sepeda motor", saya tetap optimis bahwa suatu saat nanti saya akan berkata pada anak cucu, "nih dulu sepeda bapak yang bapak pake buat kerja..."

No comments:
Post a Comment